Saturday, January 30, 2016

Penerimaan

Sampai hari ini aku masih sering terbengong-bengong tak percaya setiap kau pelan mengusap kepala saat aku sedang bertingkah menyebalkan. Kau selalu bilang aku seperti anak kecil yang tak bisa menyembunyikan perasaan. Keras kepala, ogah mendengar, sampai mau menang sendiri memang jadi kebiasaan. Tapi dengan semua keburukanku itu tak sedikit pun kau berniat meninggalkan.
Sayang, di luar sana banyak gadis yang lebih istimewa. Tapi terima kasih sudah bertahan, meski aku taksempurna.

Bicara soal memulas muka aku bukan ahlinya. Penampilanku selalu seadanya. Selalu membuatmu menunggy lama Anehnya, senyummu untukku tetap ada


Bersamaku selalu kau dapatkan kemewahan memandangi gadismu berlama-lama di depan kaca demi menyempurnakan riasan muka. Kau sudah lebih dari tahu bahwa gadismu ini terbiasa dengan pakaian dan dandanan seadanya. Aku bangun dengan meloncat karena jam masuk kerja sudah kian dekat, mandi secepat kilat, mengambil pakaian di tumpukan teratas, memakai bedak kemudian berangkat.
Tak sekali-dua kali aku bertanya,
Kebaikan apa yang sudah kulakukan di dunia hingga mendapat pendamping sebegini baiknya? Bukankah aku masih sering bandel sebagai HambaNya?

Perjalanan menuju tempat aktivitas jadi sarana kita untuk berbagi cerita. Kau buka kisah tentang kebiasaan di tempat mu beraktivitas, kukeluhkan kesebalan karena tak pernah bisa pulang tepat waktu. Dulu kita tak pernah mengira ternyata begini rasanya jadi orang dewasa.
Betapa mengerikannya hidup yang cuma berisi sekolah -lulus - kerja -menikah- lalu beranak. Tapi bersamamu rutinitas itu tak lagi terasa begitu mengerikan. Aku bisa menjalaninya dengan tenang, sebab kehadiranmu terasa menggenapkan.

Tak sekali dua kali kita bertengkar seperti dua orang keras kepala. Kau salahkan keadaan, ku mengutuk kesalahpahaman. Tapi apapun yang terjadi,kau dan aku selalu saling menemukan di ujung hari


Sebagai manusia biasa kau dan aku tetap bertengkar seperti pasangan selayaknya. Kamu mengeluhkan kenapa aku lebih suka bergumul dengan teman wanitaku daripada mendengar ceritamu, aku mengejar janjimu yang bilang ingin mengajakku berlibur sedari dulu. Tapi kemudian menyerah karena rantai pekerjaan membelit kakimu. Kau membuatku hampir gila, tapi padamulah kutemukan penerimaan yang tak ada duanya.

Di matamu kutemukan pemujaan. Pada dada bidangmu tak pernah gagal kutemukan rute pulang. Terima kasih Sayang, atas segala penerimaan


Di dadamu kutemukan sekelebat rute pulang. Entah otak navigasiku sekecil udang atau petamu yang penuh cabang, hingga kini aku selalu kembali dan tetap merasa meremang.

Kau bilang padakulah kau selalu merasa pulang. Satu yang tak kau tahu Sayang, sesungguhnya padamu jugalah aku menemukan pendampingan yang tak pernah gagal membuatku tersipu dan meremang.






Saturday, January 23, 2016

Book review : Gerbang dialog DANUR - Risa Saraswati

setelah selesaiin ribuan tugas kuliah yang datang membebani dan  quality time sama pacar baru, akhirnya saya baru sempet ngeblog lagi . maafkeun saya pemirsaa , laptop , dan kawan kawannya .. mungkin saya salah gapernah ngasih kalian kabar padahal kalian rindu sekali sama saya 
jadi kali ini saya akan review buku (nah loh kok buku ? bukannya kosmetik ? kan kamu biyuti blogger nin) . haha sak karepku toh wong blog saya ini random kok , ada curhat , curhat lagi , curhat terus dan review kosmetik *tetep alibi*

cus cin..
sebenernya saya sudah lama punya buku ini , buku karangan Risa Saraswati yang berjudul DANUR . sampai saya punya adik adiknya di MADDAH dan SUNYARURI . tapi dikarenakan saya ini gapunya ide , kebanyakan yg di review cuma kosmetik dan temen2nya sampe ga kepikiran kalo buku juga bisa di review , endingnya baru sekarang deh sempet di reviewnya , telat sekali saya yaa



mungkin banyak yang asing dengan kata "danur" . Danur adalah air yang muncul dari jasad mahkluk hidup yang telah mati dan membusuk , novel ini beda dan nyata , bergenre horor tapi tentang persahabatan yang unik . teteh risa berhasil menjawab rasa penasaran saya tentang mereka yang bernama "hantu" dari sudut pandang "indigo" nya . walopun tertarik jangan anggap saya ini pemberani . tentu saja saya tetap merinding ketika membaca halaman-halaman yang cukup "ngeri" di malam hari menjelang tidur . kisah kisah miris dari sahabat teh risa (peter , hans , hendrik , william , dan janshen) yang mati karna kekejaman penjajahan jepang , kuntilanak "asih" gadis desa yang bunuh diri karna menanggung rasa malu , samantha penunggu bukit yang setia pada janji orang  tuanya , persahabatan sarah dan jane , keluarga yang menghuni rumah neneknya si penulis di bandung ,  dan masih banyak lagi .
bahasa yang dipakai teh risa di novel ini sederhana kok , cukup mudah dimengerti oleh semua pembaca , ga banyak pake istilah2 yang "meh" seperti judulnya , Alur ceritanya mudah dipahami dan saran saya ini cocok untuk bacaan ringan sambil minum teh di waktu senggang, asal jangan malam hari, hororrrrr :p . dan dari segi covernya menurut saya cukup menarik sih , kayak kusem2 vintage gitu , dengan font gede banget di atas gambar 5 sahabat teteh risa (peter paling cakep , sumpah naksir :p ) bertuliskan nama si penulis dan judul dibagian bawahnya . simple tapi keliatan berkelas.
banyak banget kutipan menarik yang bisa di ambil di setiap ceritanya , saya dapat buku ini di gramedia JCM dengan harga kalo ga salah IDR.60.000 . cukup murah untuk buku novel bermutu .
 dan hal yang bisa saya ambil dari novel ini adalah :


"bersyukurlah , karna kisah kita lebih beruntung dari mereka"


sekian , terimakasih yang udah repot2 buka blog ini dan membacanya . review ini saya buat berdasarkan pendapat pribadi tanpa paksaan apalagi endorse dari teteh risa saraswati . terimakasih xoxo