Sampai hari ini aku masih sering terbengong-bengong tak percaya setiap kau pelan mengusap kepala saat aku sedang bertingkah menyebalkan. Kau selalu bilang aku seperti anak kecil yang tak bisa menyembunyikan perasaan. Keras kepala, ogah mendengar, sampai mau menang sendiri memang jadi kebiasaan. Tapi dengan semua keburukanku itu tak sedikit pun kau berniat meninggalkan.
Sayang, di luar sana banyak gadis yang lebih istimewa. Tapi terima kasih sudah bertahan, meski aku taksempurna.
Bicara soal memulas muka aku bukan ahlinya. Penampilanku selalu seadanya. Selalu membuatmu menunggy lama Anehnya, senyummu untukku tetap ada
Bersamaku selalu kau dapatkan kemewahan memandangi gadismu berlama-lama di depan kaca demi menyempurnakan riasan muka. Kau sudah lebih dari tahu bahwa gadismu ini terbiasa dengan pakaian dan dandanan seadanya. Aku bangun dengan meloncat karena jam masuk kerja sudah kian dekat, mandi secepat kilat, mengambil pakaian di tumpukan teratas, memakai bedak kemudian berangkat.
Tak sekali-dua kali aku bertanya,
Kebaikan apa yang sudah kulakukan di dunia hingga mendapat pendamping sebegini baiknya? Bukankah aku masih sering bandel sebagai HambaNya?
Perjalanan menuju tempat aktivitas jadi sarana kita untuk berbagi cerita. Kau buka kisah tentang kebiasaan di tempat mu beraktivitas, kukeluhkan kesebalan karena tak pernah bisa pulang tepat waktu. Dulu kita tak pernah mengira ternyata begini rasanya jadi orang dewasa.
Betapa mengerikannya hidup yang cuma berisi sekolah -lulus - kerja -menikah- lalu beranak. Tapi bersamamu rutinitas itu tak lagi terasa begitu mengerikan. Aku bisa menjalaninya dengan tenang, sebab kehadiranmu terasa menggenapkan.Tak sekali dua kali kita bertengkar seperti dua orang keras kepala. Kau salahkan keadaan, ku mengutuk kesalahpahaman. Tapi apapun yang terjadi,kau dan aku selalu saling menemukan di ujung hari
Sebagai manusia biasa kau dan aku tetap bertengkar seperti pasangan selayaknya. Kamu mengeluhkan kenapa aku lebih suka bergumul dengan teman wanitaku daripada mendengar ceritamu, aku mengejar janjimu yang bilang ingin mengajakku berlibur sedari dulu. Tapi kemudian menyerah karena rantai pekerjaan membelit kakimu. Kau membuatku hampir gila, tapi padamulah kutemukan penerimaan yang tak ada duanya.
Di matamu kutemukan pemujaan. Pada dada bidangmu tak pernah gagal kutemukan rute pulang. Terima kasih Sayang, atas segala penerimaan
Di dadamu kutemukan sekelebat rute pulang. Entah otak navigasiku sekecil udang atau petamu yang penuh cabang, hingga kini aku selalu kembali dan tetap merasa meremang.
Kau bilang padakulah kau selalu merasa pulang. Satu yang tak kau tahu Sayang, sesungguhnya padamu jugalah aku menemukan pendampingan yang tak pernah gagal membuatku tersipu dan meremang.
No comments:
Post a Comment