Kuliah? Kesan kalian gimana? Saya pernah denger, "Kuliah itu nggak seindah sinetron." yang dalam ngebidik tentang cinta-cintaan mulu ya? Okey, kali ini kalian akan membaca sebuah tulisan tentang lanjut kuliah atau berhenti kuliah? Saya update tentang hal ini, karena saya pernah nyari di Om google tentang berhenti kuliah.
Kuliah itu susah, itu kata orang banyak terutama mahasiswi keperawatan macam saya . Buat makalah, buat ASKEP , praktikum di rumah sakit , ketemu ribuan pasien .dan untuk semester akhir bakalan berhadapan dengan yang namanya KTI ( karya tulis ilmiah)
Saya emang kayak gini. Saya cepat stress. Saya nggak suka teori dan nulis askep , saya sukanya praktik langsung. Buat apa saya bertahan kalau saya tidak begitu ngeh dengan yang satu itu? Di lain sisi, alesan saya berhenti yah pengen fokus kerja atau membangun usaha. Saya 'kan cewek, saya pernah mikir, saya orangnya introvert, nggak mudah bergaul dengan temen-temen, dan dunia mahasiswa itu bertolak belakang dengan semua sifat yang saya punya. Saya harus berubah? Pengen sih, tapi saya lebih senang jadi diri saya yang sekarang.
sebuah kejadian yang membuat saya semakin drop adalah masalah praktikum dan jumlah absensi saya yg acakadul. Saya emang orangnya plin plan. Sebenarnya, dulu saya pengen jg kuliah, pengen bikin bangga ortu , pengen menaikan drajat saya. padahal dulu, saya nggak tahu persis pengen jadi apa. Dari SD sampai SMA, cita-cita saya berubah-ubah. Cita-cita saya yaitu pengen jadi guru , psikolog, Dokter, penulis, perawat , dan yang terakhir saya memantapkan diri bahwa saya ingin menjadi perawat , tapi kenyataannya passion saya di dunia keperawatan kurang menguntungkan . MERASA SALAH JURUSAN
Di lain sisi, saya merasa beberapa dosen saat memberi pencerahan tentang kuliah jleb banget di hati saat mereka mengatakan hal demikian. Dan hal itu membuat saya makin yakin bahwa saya akan berhenti kuliah. Mama jelas kecewa, Papa apalagi. Tapi, setelah saya meyakinkan, mereka akhirnya bilang, "Terserah kamu, kamu yang jalani. Di sini, mama cuma biayain. Terserahlah apa yang terbaik buat kamu."
Saya tahu ini masa depan yang belum meyakinkan, tetapi bukankah semuanya memang harus diawali dengan berusaha dan berdoa? Bukannya masa depan mereka yang sedang berusaha mengejar cita-cita juga belum tentu meyakinkan? Karena sekarang ini mereka berproses, begitu pun dengan saya.
Saya bakalan ngelakuin apa yang saya mau. Selama itu baik 'kan? Nggak ngerugiin siapa-siapa. Saya tahu pikiran kalian (sahabat-sahabatku, teman-teman kampusku,), bahwa saya sudah mengambil keputusan yang yah.... kalian pikir sendiri.
Okey, yang bertanya kenapa saya memilih untuk tetap tinggal di kota ini, alasan saya? Saya mau menambah pengalaman, saya mau belajar banyak tentang hidup, saya mau mandiri, saya mau kerja dan melihat kejadian sekitar, saya mau menggapai cita-cita. Kenapa? karena saya yakin , tak selamanya gelar mampu membawamu dlm kesuksesan
Saturday, July 8, 2017
Sunday, June 11, 2017
Pasangan Idaman
Kerap saya temui tulisan bahwa pasangan idaman adalah jurusan ini atau jurusan itu. Pendamping yang ideal di masa depan adalah seseorang yang berprofesi tertentu. Semua jurusan berlomba mengklaim menjadi sosok menantu idaman.
Jika benar seperti itu, apa kabar aku yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena keadaan? Tidak masukkah aku dalam kategori pasangan idaman?
Aku bukan komika yang bisa membuatmu terpingkal, tetapi aku berjanji jarimu tidak akan basah karena menyeka air mata kesedihan.
Aku bukan calon psikolog yang juara dalam mendengar keluhan dan memberi nasihat. Tetapi telingaku selalu tersedia untuk segala keluh kesahmu. Hanya untukmu dan bukan untuk orang lain.
Aku bukan anak pertanian yang "tanaman aja diperlakukan istimewa, apalagi kamu". Satu hal yang harus kamu tahu, aku akan berusaha menumbuhkan bibit-bibit cinta yang akan membuatmu jatuh cinta pada orang yang sama berkali-kali.
Aku jauh tertinggal bila dibandingkan anak IT yang berwawasan luas dan update dalam teknologi. Tetapi aku tidak ingin kita terperangkap canggihnya teknologi. Aku ingin kita saling menatap mata, bukan mata yang memendarkan cahaya gawai. Berkacalah pada Steve Jobs yang selalu mengadakan makan malam sambil mendiskusikan buku atau hal-hal menarik lain bersama keluarganya.
Masih banyak jurusan menyebut diri merekalah pasangan idaman. Bahwa standar idaman ditentukan darimana seseorang menimba ilmu dan menempa diri.
Aku tidak menyalahkan mereka yang seolah mendeklarasikan bahwa jurusan merekalah yang melahirkan pasangan idaman yang layak diperjuangkan, toh mereka memang memiliki kemampuan di bidang itu.Yang kutahu bukan latar belakangku yang menentukan, tetapi sikapku.
Menjadikan kebahagiaanmu sebagai prioritas, bekerja keras, berbuat baik, dan selalu menghadirkan Tuhan dalam semua perbuatan. Kukira itu cukup.
Tetapi jika engkau masih menggunakan standar itu, kepadamu calon pasangan halalku di masa depan, dari hati yang paling dalam, aku minta maaf. Aku bukan pendamping idaman . aku hanyalah perawat yang sedang menunda pendidikan karna keadaan , tak perlu khawatir dengan nasib ku nanti . ini sudah ku pikirkan dengan matang dan sedang ku nikmati alurnya .
Seseorang pernah berkata kepada saya: ekspektasi orang lain tidak akan pernah bisa mengganggumu, selama kamu tidak menjadikannya ekspektasimu sendiri.
maka dari itu , pahamilah keadaanku . teruslah menopangku dari bawah . semoga tanganmu cukup kuat menggenggamku , semoga dadamu cukup lebar menampung segala resah..
Sunday, February 12, 2017
senja
Di titik senja menuju peraduan, aku melihat bias bayangmu.
Tersenyum.
Mungkinkah kini kau telah temukan bahagia?
Hembusan angin menari di pucuk senja, mengantarkan angan akan kisah kita.
Membawa aku dalam jeruji kenangan, terkurung bersama riak hujan setelah kau pergi.
Ini tentang kesepian, kenangan, dan kisah yang tak pernah usai, bagiku.
Entah denganmu?
Senja tak pernah kehilangan pesonanya. Seperti hembus angin dan rintik hujan yang turut mengantar kepergianmu. Perih yang tetap menyisahkan bahagia.
Adakah kau pernah tahu?
Seseorang di sini pernah menganggapmu berharga di hatinya. Mungkin hingga detik ini. Aku akan mencaritahunya nanti.
Menanti ketidakpastian. Di setiap senja yang kita ciptakan.
Pernah.
Dulu.
Mungkin.
Aku masih menunggunya.
Di awal dengan lengkungan, kemudian menjadi garis datar bersama waktu yang berjalan menjauh.
Harusnya jika kau ingin aku pergi, buat aku pergi dengan ketegasan. Bukan menghilang dengan teka-teki kau tinggalkan.
Kau membiarkanku masuk kedalam labirin semu perasaanmu. Dan kau biarkan aku tumbuh bersama kebahagiaan darimu.
Lalu kotak pandoranya kau tinggalkan untuk ku pecahkan sendirian.
Saturday, February 11, 2017
Titik dan Koma
Saya pernah terbangun dalam keadaan jatuh, sebab harapan yang terlalu tinggi. Pernah juga terbangun dalam keadaan mati, sebab dibunuh oleh mimpi. Tapi sekali, saya terbangun dalam keadaan hidup, namun segalanya telah berhenti. Saya tidak mati, hanya cerita yang terakhiri. Lalu terjerat ingatan, pada durma yang menyebar kebencian. Terperosok dalam jiwa yang tak mengenal majikan.
Saya terlalu mengabaikan logika, hingga perasaan merajai seluruh indera. Saya buta, pada kenyataan. Saya tuli, pada bisik-bisik kebenaran. Saya kebas, pada sentuhan. Saya bisu, pada kejujuran. Dan hanya getir, yang saya kenal di ujung bibir.
Kamu pernah membawa saya pada sebuah titik, dan mengikat saya hingga tak berkutik. Lalu kamu biarkan segerombolan burung-burung pemakan bangkai, menghabisi harapan yang terabaikan.
Kala itu, saya menangis semalaman . men-titik-kan kisah , saya mengakhiri cerita yang bermain di kepala ,yang di dalamnya, kamu lah pemeran utama yang selalu saya sanjung di hadapan Tuhan. Kemudian lahir sebuah pertanyaan, apakah kamu menyesal atau malah tertawa di belakang?
Namun yang saya tahu, ketika saya "titik"-kan kisah ini, Tuhan mengenalkan saya pada koma; dimana kisah hanya dipisah unsurnya, bukan dihentikan ceritanya.
Dan kini, saya terbangun dalam keadaan mengerti, bahwa bagi Tuhan, kata "selamanya", adalah kata yang memiliki makna terlalu lama. Lalu koma, layaknya sosok senja yang bertugas membagi masa. Dan kamu; pagi yang kurelakan, teruntuk pagi yang lain–yang juga akan digantikan. Hingga malam, akan kembali menjadi teman setia, dalam perjalanan.
Saya terlalu mengabaikan logika, hingga perasaan merajai seluruh indera. Saya buta, pada kenyataan. Saya tuli, pada bisik-bisik kebenaran. Saya kebas, pada sentuhan. Saya bisu, pada kejujuran. Dan hanya getir, yang saya kenal di ujung bibir.
Kamu pernah membawa saya pada sebuah titik, dan mengikat saya hingga tak berkutik. Lalu kamu biarkan segerombolan burung-burung pemakan bangkai, menghabisi harapan yang terabaikan.
Kala itu, saya menangis semalaman . men-titik-kan kisah , saya mengakhiri cerita yang bermain di kepala ,yang di dalamnya, kamu lah pemeran utama yang selalu saya sanjung di hadapan Tuhan. Kemudian lahir sebuah pertanyaan, apakah kamu menyesal atau malah tertawa di belakang?
Namun yang saya tahu, ketika saya "titik"-kan kisah ini, Tuhan mengenalkan saya pada koma; dimana kisah hanya dipisah unsurnya, bukan dihentikan ceritanya.
Dan kini, saya terbangun dalam keadaan mengerti, bahwa bagi Tuhan, kata "selamanya", adalah kata yang memiliki makna terlalu lama. Lalu koma, layaknya sosok senja yang bertugas membagi masa. Dan kamu; pagi yang kurelakan, teruntuk pagi yang lain–yang juga akan digantikan. Hingga malam, akan kembali menjadi teman setia, dalam perjalanan.
Wednesday, January 18, 2017
Bagi saya , mencintai itu......
Hidup memang tak selalu berjalan mulus , apalagi jika menyangkut masalah hati , hubungan dan perasaan . Faktanya memang banyak orang yang merasakan jatuh cinta terhadap seseorang, namun orang tersebut tak pernah membalas cintanya walau sedikitpun. Atau berbanding terbalik dengan hal tersebut. Ada orang yang sangat mencintai kita, tapi justru kita tak bisa merasakan suatu perasaan apapun terhadapnya.
Kadang cinta seaneh itu, namun apapun aksi dan reaksi dari cinta, ya begitulah cinta sampai kapanpun. Yang jadi masalah adalah bagaimana cara orang memperlakukan cinta tersebut.
Andai kata dalam hidup harus dihadapkan dengan pilihan dicintai atau mencintai, mungkin saya akan memilih untuk tinggal dan hidup bersama orang yang saya cintai. maaf bukan bermaksud untuk jadi wanita yang munafik sih . Mungkin jika hal ini nyata terjadi, maka akan banyak pertanyaan muncul dan terlontar dari banyak orang. Seperti..
“Kenapa kamu memilih menghabiskan waktu bersama orang yang sama sekali tidak mencintaimu, tidakkah hidupmu akan menjadi tidak bahagia nantinya?”, “Bukankah kau akan merasa sakit jika sepanjang hidupmu kamu terus diabaikan olehnya?”
Ya pertanyaan itu pasti akan ada dan wajar untuk dipertanyakan. Namun jika ada orang terutama wanita yang memilih keputusan seperti saya, kita sama!
Untuk sebagian orang yang mengambil posisi untuk dicintai daripada mencintai. Itu adalah hak pribadi masing-masing.
Mereka akan lebih suka seseorang yang mencintai mereka dengan begitu mereka akan merasa diperhatikan, diberi kasih sayang, dan segala hal yang merupakan perwujudan dari cinta ataupun perwujudan berupa hadiah. Hal itu sama sekali tidak salah karena memang menyenangkan bukan jika dicintai oleh seseorang?
Namun yang menjadi berbeda adalah jika kita tidak bisa berbalik mencintai orang tersebut maka usaha apapun yang ia lakukan dan berikan kepada kita menjadi terasa tidak bermakna.
Untuk itulah, saya memilih untuk bersama orang yang saya cintai daripada orang yang mencintai saya. Dalam perjalanan hidup saya bersamanya, ketika saya tak sedikitpun mencintainya maka saya akan cenderung merasa tidak nyaman berada didekatnya dan apabila dia melakukan sesuatu untuk saya walaupun itu merupakan suatu kebaikan, maka bagi saya semuanya akan terasa salah dan tidak menyenangkan.
Mencintai orang yang tidak mencinta saya. Ya, hal itu lebih baik saya lakukan. Semua yang saya lakukan dan saya berikan kepadanya, adalah tulus dalam hati. Meskipun ia tak pernah merespon, meskipun semua yang saya lakukan dianggapnya menjadi tidak berarti, saya akan tetap memperlakukannya dengan baik sebagaimanapun dia menolak saya.
Sakit? pastilah , bahkan sangat menyiksa.
Tapi kembali lagi, bagi saya apapun pengorbanan yang akan dan telah saya berikan kepadanya bukanlah suatu yang percuma dan tidak ada yang menjadi sia-sia karena saya mencintainya.
Hidup memang tak selalu berjalan mulus , apalagi jika menyangkut masalah hati , hubungan dan perasaan . Faktanya memang banyak orang yang merasakan jatuh cinta terhadap seseorang, namun orang tersebut tak pernah membalas cintanya walau sedikitpun. Atau berbanding terbalik dengan hal tersebut. Ada orang yang sangat mencintai kita, tapi justru kita tak bisa merasakan suatu perasaan apapun terhadapnya.
Kadang cinta seaneh itu, namun apapun aksi dan reaksi dari cinta, ya begitulah cinta sampai kapanpun. Yang jadi masalah adalah bagaimana cara orang memperlakukan cinta tersebut.
Andai kata dalam hidup harus dihadapkan dengan pilihan dicintai atau mencintai, mungkin saya akan memilih untuk tinggal dan hidup bersama orang yang saya cintai. maaf bukan bermaksud untuk jadi wanita yang munafik sih . Mungkin jika hal ini nyata terjadi, maka akan banyak pertanyaan muncul dan terlontar dari banyak orang. Seperti..
“Kenapa kamu memilih menghabiskan waktu bersama orang yang sama sekali tidak mencintaimu, tidakkah hidupmu akan menjadi tidak bahagia nantinya?”, “Bukankah kau akan merasa sakit jika sepanjang hidupmu kamu terus diabaikan olehnya?”
Ya pertanyaan itu pasti akan ada dan wajar untuk dipertanyakan. Namun jika ada orang terutama wanita yang memilih keputusan seperti saya, kita sama!
Subscribe to:
Posts (Atom)